Kamis, 04 Februari 2010

PERUBAHAN IKLIM


Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus
beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal.
Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang
akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Indikator-indikator yang dapat dirasakan dari perubahan iklim adalah adanya perubahan pola penyebaran curah hujan, pergeseran waktu datangnya musim hujan dan kemarau, bencana
kekeringan yang berkepanjangan serta bencana alam seperti banjir dan kebakaran hutan.

Penyebab dari perubahan iklim adalah meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) setelah masa revolusi industri. Semakin tinggi kebutuhan untuk meningkatkan kualitas hidup menyebabkan semakin besarnya aktivitas industri, penebangan hutan, usaha pertanian, rumah tangga dan aktivitas-aktivitas lain yang melepaskan GRK. Akibatnya
konsentrasi GRK di atmosfer meningkat. Perubahan konsentrasi GRK global ini juga berpengaruh pada kenaikan suhu lokal. Di Indonesia perubahan suhu terjadi secara perlahan-lahan lebih kurang 0,03oC per tahun (Hidayati 1990). Jika ditinjau dalam periode puluhan tahun (dibandingkan dengan puluhan juta tahun usia bumi kita) maka perubahan ini cukup besar. Apalagi jika kenaikan suhu menyertai kejadian iklim ekstrim. Walaupun Indonesia mempunyai hutan, lahan pertanian, dan lautan yang cukup luas tetapi menurut perhitungan yang dirangkum oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Indonesia merupakan Negara penghasil neto GRK.

Sebagai gambaran nyata, keragaman iklim besar seperti saat kejadian El-Nino dan La-Nina yang sering membawa keadaan kering dan basah yang lebih besar dari keadaan
normal, membuat sistem produksi tanaman pangan di Indonesia terganggu secara nyata. Keadaan anomali iklim pada tahun 1991 dan tahun 1994 menyebabkan Indonesia harus mengimpor beras masingmasing sebesar 600.000 ton dan lebih dari sejuta ton beras (Indonesia Country Study on Climate Change 1998). Keadaan tersebut menggambarkan kerentanan sistem produksi pertanian terhadap adanya perubahan iklim. Peningkatan CO2 dan suhu udara akan meningkatkan aktivitas fotosintesis pada tanaman. Tetapi peningkatan suhu terutama malam hari akan memperbesar respirasi tanaman. Di daerah tropis peningkatan suhu ini menyebabkan hasil fotosintesis netto berkurang. Inilah yang menyebabkan menurunnya produksi tanaman di daerah tropis akibat perubahan iklim.

Perubahan iklim akan mengganggu kelestarian keanekaragaman hayati. Beberapa jenis flora/fauna akan tertekan populasinya atau punah dan beberapa jenis lainnya akan
lebih berkembang. Penelitian kerentanan beberapa jenis flora/fauna menghadapi perubahan iklim di Indonesiamasih sangat kurang, sehingga belum didapatkan laporan
mengenai jenis-jenis yang akan tertekan dan jenis-jenis yang akan dominan.

Perubahan iklim, pada kondisi yang sangat kering merupakan salah satu faktor penyebab kebakaran hutan. Kekeringan diperkirakan akan lebih sering terjadi karena peningkatan suhu udara dan peningkatan peluang kejadian iklim ekstrem, sehingga peluang kebakaran hutan akan lebih tinggi.

Beradaptasi pada dampak perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang dilakukan secara spontan atau terencana untuk bereaksi menghadapi perubahan iklim yang diprediksi atau yang sudah terjadi. Mitigasi adalah kegiatan jangka panjang yang dilakukan untuk menghadapi dampak dengan tujuan mengurangi risiko atau kemungkinan terjadi suatu bencana. Kegiatan lebih lanjut dari mitigasi dampak adalah kesiapan menghadapi bencana, tanggapan ketika bencana dan pemulihan setelah bencana terjadi
(Murdiyarso, 2001). Berbagai sektor akan terpengaruh oleh adanya perubahan iklim.

Indonesia tidak termasuk dalam negara katagori Annex I (negara-negara maju) menurut penggolongan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). Menurut UU No 6 Tahun 1994, yaitu UU Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, Indonesia tidak wajib ikut menekan emisi GRK, tetapi hanya bersifat suka rela. Menurut UU Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997, menjaga kelestarian lingkungan hidup adalah suatu yang harus dilakukan agar pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Jadi upaya mengurangi laju emisi GRK menjadi keharusan dalam rangka melestarikan lingkungan.

Berikut antara lain dampak buruk akibat perubhan iklim dunia yang sedang kita hadapi dalam beberapa gambar :

Proses terjadinya perubaan iklim dunia

Hujan yang berkepanjangan

Kekeringan yang berkepanjangan


NB. dari banyak sumber bacaan.

0 komentar:

Template by: Abdul Munir
Website: 99computercity