Jumat, 05 Februari 2010

DEPOSISI ASAM


Deposisi asam berawal dari kegiatan manusia baik dalam kegiatan rumah tangga maupun industri yang menghasilkanpolutan yang diemisikan ke udara. Polutan seperti oksida sulfur dan oksida nitrogen berubah menjadi asam sulfat dan asam nitrat melalui reaksi kimia yang kompleks, kemudian berpindah dari atmosfer ke permukaan bumi melalui deposisi langsung dan presipitasi, sehingga dikenal deposisi kering dan deposisi basah.

Deposisi basah terjadi dengan pembentukan awan dan akhirnya turun sebagai hujan, salju atau kabut yang mengandung asam. Ukuran keasaman ditunjukkan oleh nilai pH air presipitasi tersebut. Deposisi kering ditunjukkan dengan gas aerosol yang mengandung asam. Deposisi kering terjadi bila keadaan cuaca cerah atau berawan. Deposisi asam akan meningkatkan keasaman tanah, air danau yang kemudian akan mempengaruhi mahluk hidup, seperti tumbuhan dan ikan. Rata-rata tingkat keasaman (pH) air hujan selama lima tahun terakhir di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 4,8 hingga 5,8. Kondisi ini menunjukkan air hujan di sebagian besar wilayah Indonesia telah berada di bawah nilai pH air normal (5,6) atau telah mencerminkan sifat air hujan yang asam.

Beberapa daerah antara lain Lhokseumawe, Bukit Kototabang-Bukit Tinggi, Bengkulu, Denpasar, Ujung Pandang, Ambon mempunyai pH air hujan relatif masih mendekati nilai pH air normal, yakni sebesar 5,4 hingga 5,5 tetapi ada enam daerah yang derajat keasamannya telah berada di bawah nilai 5, yakni Tanjung Karang, Citeko Bandung, Surabaya, Palangkaraya dan Winangun. Hasil pemantauan di beberapa tempat menunjukkan
kecenderungan pengukuran keasaman terendah terjadi pada bulan-bulan permulaan tahun atau terjadi pada kondisi frekuensi hujan tinggi dan curah hujan tinggi, sedangkan
pada frekuensi terjadinya hujan rendah dengan curah hujan sedikit maka terjadi kenaikan konsentrasi deposisi yang cukup signifikan. Pada bulan ketujuh atau kedelapan biasanya terjadi kenaikan deposisi asam, kemudian menurun hingga permulaan tahun kembali pada hasil pengukuran terendah. Hal ini tercermin pada data pemantauan hingga tahun 2002. Pada tahun 2002 frekuensi terjadinya hujan lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bulan Agustus, September dan Oktober 2002 paling jarang terjadi hujan.

Frekuensi turun hujan pada tahun 2001 berkisar 60 hingga 70 kali dan tahun 2002 hanya sekitar 60 kali. Hujan asam telah terjadi di kota Bandung sejak 3 tahun terakhir (1998-2000) yang ditunjukkan oleh pH air hujan yang berada dibawah angka normal 5,6. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan polusi udara yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang. Dari tahun 1985-2000 di daerah Terusan Pasteur Bandung telah terjadi penurunan pH sebesar 40% dari rata-rata tahunan yaitu 6,30 menjadi 3,80. Prediksi deposisi sulfur dari sumber industri, transportasi, gunung berapi dan pembangkit tenaga listrik di Indonesia tahun 2000 dilakukan dengan menggunakan model Resgen dan Rains Asia. Hasil prediksi pada tahun 2000 memperlihatkan bahwa Jakarta (Jabotabek), Bandung dan Halmahera Timur mempunyai deposisi sulfur 1000-2000 mg/m2-tahun, merupakan daerah yang perlu diwaspadai.
Daerah itu sangat berpotensi menerima hujan asam bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia atau menjadi penyebab daerah lain/sekitarnya terkena hujan asam dikarenakan pengaruh angin.

Curah hujan di berbagai tempat tidak merata oleh karena itu fenomena alam dan kegiatan manusia akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang berbeda di berbagai
tempat, hal ini dikenal sebagai isu global tentang air. Air permukaan (sungai, danau) setiap hari dan sepanjang waktu terus menerus mengalami proses alamiah, mengalami
penguapan, membentuk awan dan kembali jatuh ke bumi sebagai air hujan. Kondisi saat ini menunjukan bahwa awan juga mengikat senyawa sulfat dan nitrat yang berasal dari emisi antropogenik dan mengakibatkan terjadinya deposisi asam pada sistem perairan.
Akibat air hujan yang asam memang sulit dibuktikan. Tetapi secara teoritis air asam tersebut dapat membuat tanaman mudah mati karena mengurangi hasil perkecambahan dan
reproduksi tanaman dan meracuni tunas berikut akarnya.

Pada sistem akuatik (sungai, danau) air asam akan menetralisir basa-basa, menurunkan produksi dan pertumbuhan ikan berikut makanannya, menghancurkan insang dan mengganggu kontraksi otot ikan. Hujan asam juga akan merusak bangunan, karena kandungan sulfatnya bersifat korosif sehingga sangat berbahaya bagi struktur benda yang tak terlindungi. Asam juga merusak baja pada beton bertulang sehingga akan melemahkan gedung dan jalan. Cat dan karet juga akan memburuk karena oksidasi yang ditimbulkannya. Sementara bagi manusia, sedikit logam (timah atau tembaga) pada air minum dapat menyebabkan diare. Hujan asam juga dapat menimbulkan penyakit gatalgatal
serta menyebabkan atau memperburuk penyakit penapasan (seperti kanker paru-paru, bronkitis dan emphisema), berperan dalam kematian dini.

Nb. dari banyak sumber

0 komentar:

Template by: Abdul Munir
Website: 99computercity