1. Hidrokarbon
Hidrokarbon (HC) adalah bahan pencemar berasal dari emisi kendaraan bermotor. Menurut Statistik Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2001 besarnya emisi HC meningkat dari tahun 1999, 2000 sampai 2001, yaitu masing-masing 1.090.897,6 ton/tahun; 1.135.864,1 ton/tahun; dan 1.251.130,6 ton/tahun. Dari keempat jenis kendaraan bermotor yaitu mobil penumpang, bis, truk dan sepeda motor, emisi HC dari sepeda motor menempati urutan tertinggi yaitu masing-masing untuk tahun 1999, 2000 dan 2001 adalah
781.361,4 ton/tahun; 811.882,2 ton/tahun; dan 898.195,8 ton/tahun. Bahan pencemar HC dalam jumlah kecil dapat menimbulkan gangguan berpikir, gerakan otot
dan gangguan jantung.
2. Nitrogen Oksida
Pencemar nitrogen oksida (NOx) bisa berasal dari kendaraan bermotor atau industri. Sektor transportasi di perkotaan merupakan penyumbang terbesar pencemar NOx yaitu 69% dan diikuti oleh industri dan rumah tangga. Bahan pencemar ini menyebabkan iritasi saluran pernafasan, bronkhitis, dan juga dapat memicu serangan asma. Besarnya emisi NOx dari kendaraan bermotor menurut Statistik Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2001
meningkat dari tahun 1999, 2000 dan 2001 yaitu sebesar 605.315,1 ton/tahun; 630.266,1 ton/tahun; dan 694.224,9 ton/tahun. Dari keempat jenis kendaraan, sepeda motor menempati urutan teratas dalam perkiraan besarnya emisi ini yaitu 433.560,3 ton/tahun; 450.495,6 ton/tahun; dan 509.414,9 ton/tahun masing-masing untuk tahun 1999, 2000 dan 2001.
3. Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) merupakan hasil pembakaran tidak sempurna kendaraan bermotor. Penyebarannya di udara lebih terpusat pada daerah sumber timbulnya pencemaran tersebut. Oleh karena itu CO merupakan masalah di kota-kota besar, di mana ruangan udara dibatasi oleh jalan-jalan dan gedung-gedung. Bahan pencemar CO pada manusia akan menimbulkan efek sistemik karena meracuni tubuh dengan cara pengikatan
haemoglobin yang sangat vital untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. Bila otak kekurangan oksigen dapat menimbulkan kematian.
Perkiraan besarnya emisi CO yang berasal dari kendaraan bermotor tahun 1999 sampai 2001 masing-masing 12.452.197,2 ton/tahun; 12.965.473,9 ton/tahun; dan 14.281.198,4 ton/tahun. Emisi CO paling tinggi berasal dari sepeda motor yaitu 8.918.955 ton/tahun; 9.267.338,3 ton/tahun; dan 10.479.377,9 ton/tahun, untuk tahun 1999, 2000 dan 2001. (Statistik Lingkungan Hidup Indonesia, 2001).
4. Sulfur Dioksida
Sulfur dioksida (SO2) adalah gas yang tidak berwarna, memedihkan mata (irritating), mudah larut dalam air dan reaktif. Gas ini dibentuk pada saat bahan bakar yang
mengandung sulfur (minyak, batu bara) dibakar terutama dari kegiatan industri. SO2 dapat mematikan dan menghambat pertumbuhan pepohonan, hasil produksi pertanian
dapat merosot, hutan-hutan menjadi kurang produktif sehingga akan mengurangi peranan hutan sebagai tempat rekreasi dan keindahan. Pada manusia dapat menimbulkan
efek iritasi pada saluran nafas sehingga menimbulkan gejala batuk dan sesak nafas. SO2 dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan industri dan dapat menyebabkan hujan asam. Penyumbang pencemar SO2 terbesar adalah industri (76%) diikuti dengan transportasi (15%).
Perkiraan besarnya emisi SO2 yang berasal dari kendaraan bermotor menurut Statistik Lingkungan Hidup Indonesia (2001) pada tahun 1999, 2000 dan 2001 berurutan adalah 46.562,7 ton/tahun; 48.482 ton/tahun; 53.401,9 ton/tahun. Menurut jenis kendaraan bermotor, sepeda motor merupakan penyumbang terbesar emisi SO2 yaitu 33.350,8 ton/tahun; 34.653,5 ton/tahun; dan 39.185,7 ton/tahun untuk tahun 1999, 2000 dan 2001.
5. Debu
Debu yang bersumber dari gas buang kendaraan bermotor dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya karena meracuni sistem pernafasan dan menimbulkan gangguan pembentukan darah merah. Pada anak kecil menimbulkan penurunan kemampuan otak, sedangkan pada orang dewasa menimbulkan anemia dan gangguan tekanan darah tinggi.
Perkiraan besarnya emisi debu dari kendaraan bermotor menurut Statistik Lingkungan Hidup Indonesia (2001) meningkat dari tahun 1999 sampai 2001 masing-masing yaitu 59.866,3 ton/tahun; 62.334 ton/tahun; dan 68.659,6 ton/tahun. Berdasarkan jenisnya, sepeda motor merupakan penyumbang terbesar emisi debu yaitu sebesar 42.879,6 ton/tahun; 44.554,5 ton/tahun; dan 50.381,6 ton/tahun untuk tahun 1999, 2000 dan 2001.
6. Timbal
Timbal (Pb) adalah logam berat yang sangat berbahaya dan merupakan peracun syaraf. Dampaknya merusak berbagai organ tubuh manusia, terutama sistem syaraf, sistem pembentukan darah, ginjal, sistem jantung dan sistem reproduksi (EPA, 1986). Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan teracuni Pb karena sistem otak dan sarafnya belum berkembang penuh, sehingga penyerapan timbal dibandingkan proporsi berat tubuh jauh lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Ada hubungan yang signifikan antara keberadaan Pb dalam darah dengan penurunan tingkat kecerdasan pada anak. Pb di udara ambien sekitar 80% akan terabsorbsi melalui sistem pernafasan tanpa teroksidasi terlebih dahulu. Jadi Pb dari emisi kendaraan bermotor terutama di kota besar yang tingkat kepadatan lalu lintasnya tinggi akan sangat merusak kesehatan. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut telah dilakukan pemantauan dengan melakukan pengukuran kadar Pb di udara ambien di beberapa kota di Pulau Jawa dan Jabotabek.
Hasil pemantauan menunjukkan, kadar Pb telah terdeteksi di beberapa kota di Pulau Jawa walaupun secara umum masih berada di bawah baku mutu, yaitu sebesar 2 υg/m3 (PP No. 41 tahun 1999). Dari kelima lokasi tersebut terlihat kadar Pb tertinggi di Kota Surabaya (Gambar 3.9). Berdasarkan pengukuran Laboratorium Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan, Bapedal pada tahun 1994, tercatat konsentrasi Pb di udara Jakarta mencapai 2 υg/ m3. Pada tahun yang sama Inga Heize melakukan Assessment of Lead in School Children from Jakarta, mendapatkan Pb yang dilepas ke udara Jakarta mencapai 2 ton/hari.
Pada tanggal 3 Juni 2001, US Environment Protection Agency dan US Centers for Desease Control and Prevention bekerja sama dengan Bapedal dan difasilitasi oleh Swisscontact
melakukan penelitian kadar Pb dalam darah pada anak-anak di Jakarta. Tingkat partisipasi anak-anak dalam penelitian ini adalah 70,5% (423/600). Hasil penelitian
menunjukkan rata-rata geometris BLL (Blood Lead Levels) anak-anak tersebut adalah 8,6 υg/dL, 35% anak-anak mempunyai BLL > 10 υg/dL dan 2,4 % mempunyai BLL > 20 υg/dL. Sekitar seperempat jumlah anak-anak mempunyai BLL antara 10-15 υg/dL. Rata-rata tingkat haemoglobin adalah 13,1 g/dL. Dari 397 anak-anak yang diteliti tersebut,
ditemukan 8,2% menderita anemia ringan Hb<11,5 g/dL) dan 0,3% anak-anak anemia berat (Hb<7 g/dL).
Prediktor dari BLL setelah disesuaikan usia dan jenis kelaminnya adalah tingkat pendidikan dari pengasuh utama anak tersebut, sumber air minum dan cat/vernis rumah.
BLL akan menurun dengan semakin tingginya tingkat pendidikan pengasuh anak. Anak-anak yang tinggal di rumah di mana airnya diperoleh dari sumber air lain, bukan dari PAM atau dari sumur mempunyai BLL yang lebih rendah dari anak-anak yang memperoleh air minum dari sumber PAM. BLL pada anak-anak dalam penelitian tersebut cukup tinggi dan konsisten dengan BLL anak-anak di negara-negara yang menggunakan bensin bertimbal. Tingkat prevalensia anemia sangat rendah dibandingkan prevalensi yang ditemukan dalam penelitian di negara-negara berkembang lain.
BLL yang cukup tinggi dalam penelitian tersebut menunjukkan program penghapusan bensin bertimbal di Jakarta harus diteruskan. Dengan dihapusnya bensin bertimbal, BLL anakanak Jakarta diharapkan akan menurun dengan cepat seperti yang terjadi di negara-negara lain yang sudah menghapus bensin bertimbal.
D. KEBAKARAN HUTAN
Asap akibat kebakaran hutan tidak hanya mengganggu kesehatan, tetapi juga transportasi darat (arus lalu lintas), transportasi laut (angkutan sungai), dan transportasi udara (kegiatan penerbangan). Angkutan sungai dari dan ke pelosok
pedalaman Kalimantan yang melayani penduduk untuk mensuplai bahan bakar minyak dan sembilan bahan pokok berhenti total dan tertahan di dermaga-dermaga karena
terhalang kabut asap. Kabut asap juga mengganggu penerbangan karena jarak pandang hanya 100-400 meter. Beberapa bandara ditutup sementara atau mengubah jadwal
penerbangannya karena jarak pandang yang aman bagi pendaratan minimum 800 meter. Pemerintah daerah menyarankan pengguna transportasi darat pada siang hari
menyalakan lampu kendaraan, terutama di pagi hari untuk menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas dan menggunakan masker bila hendak keluar rumah.
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di Kota Palangkaraya selama periode kebakaran hutan, yaitu pada bulan Juli sampai dengan November 2002, terlihat
peningkatan pencemaran udara pada bulan September dan Oktober, hal ini terutama peningkatan konsentrasi PM-10 dan CO.
Data PM-10 pada bulan September 2002 mencapai 1649 υg/m3, dan konsentrasi CO pada bulan Oktober 2002 mencapai 20,78 mg/m3, angka tersebut menunjukkan konsentrasi yang tinggi, jauh melebihi standar yang ditetapkan untuk udara yaitu 150 υg/m3 untuk PM-10
dan 10 υg/m3 untuk CO.
Berdasarkan rekapitulasi data ISPU dengan parameter kritis PM-10, menunjukkan bahwa kondisi kualitas udara memburuk pada bulan Februari-Maret 2002 di Pekanbaru
dan Medan dengan nilai ISPU mencapai 165 (Pekanbaru) dan 194 (Medan). Sehingga kondisi rata-rata kualitas udara pada periode ini dikategorikan tidak sehat.
Partikel PM 10 yang berdiameter 10 mikron memiliki tingkat kelolosan yang tinggi dari saringan pernafasan manusia dan bertahan di udara dalam waktu cukup lama. Tingkat bahaya semakin meningkat pada pagi dan malam hari karena asap bercampur dengan uap air. PM 10 tidak terdeteksi oleh bulu hidung sehingga masuk ke paruparu. Jika partikel tersebut terdeposit ke paru-paru akan menimbulkan peradangan saluran pernapasan, gangguan penglihatan dan iritasi kulit. Sementara jika CO masuk ke dalam pernapasan dan bereaksi dengan Hb (hemoglobin) dalam darah dapat menghambat fungsi normal Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh. Gejala keracunan CO berupa sesak
napas dan karena kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan kematian.
Bahan partikel halus dengan ukuran kurang dari 10 mikro meter dapat meningkatkan jumlah dan keparahan penyakit saluran pernapasan, hingga menyebabkan kematian.
Penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) di Kota Palangkaraya pada musim kemarau mengalami peningkatan cukup tajam. Dari data Dinas Kesehatan Kota
Palangkaraya, penderita ISPA pada Mei 2002 sebanyak 1.896 orang. Sementara anak-anak di bawah usia lima tahun (balita) pada bulan yang sama jumlah penderitanya sebanyak 548 orang. Pada bulan Juni 2002 jumlah pasien meningkat menjadi 2.051 orang dan sebanyak 622 orang balita, dan di bulan Agustus sebanyak 2.051 orang terserang ISPA (Data Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya dalam Media Indonesia 1 Agustus 2002).
Asap kebakaran lahan, hutan dan semak belukar di Palangkaraya juga mengakibatkan dua orang balita meninggal akibat ISPA (Suara Pembaharuan, 29 Agustus 2002)
Pencemaran udara akibat kebakaran hutan di Palangkaraya ini juga mengakibatkan 8.000 ekor ayam mati, sehingga menimbulkan kerugian yang besar bagi peternak ayam pedaging di kota tersebut (KOMPAS, 29 Agustus 2003). Selama bulan Agustus 2002 sebanyak
6.701 jiwa warga kota Pontianak terkena penyakit ISPA, atau setiap hari ada 231 orang yang terkena penyakit tersebut . Korban kabut asap di Pekanbaru terdiri dari berbagai
usia. Para korban tersebut selain menderita serangan asma dan ISPA juga terserang penyakit mata, muntah-muntah dan diare (Data RSUD Pekanbaru, dalam Inter Press ervice Asia Pacific, 2002). Dalam jangka pendek serangan asap bisa menimbulkan iritasi saluran napas seperti pharingitis, laringitis, trakeitis dan bronkitis akut atau kronik. Sementara dalam jangka panjang bahan polutan yang bersifat iritasi akan menimbulkan fibrosis karsinogenik yang menyebabkan berkembangnya penyakit kronik, emfisema, asma, kanker paru dan pneumokoniosis.
Nb. Dari banyak sumber bacaan.
Kamis, 04 Februari 2010
BAHAN PENCEMAR UDARA DAN KEBAKARAN HUTAN
Post By Thailand aik aik at 23.37.00
Label: Bahan Pencemar Udara
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar