Kamis, 06 Agustus 2009

TERUMBU KARANG KITA



By Fahri Marewo8
(dari berbagai sumber)

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 sehingga wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia dengan memiliki ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu karang (coral reefs) dan padang lamun (sea grass beds) (Dahuri et al. 1996).

Sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang dengan beragam biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis antara lain sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat pemijahan bagi berbagai biota laut. Nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi dan sebagai daerah wisata serta rekreasi yang menarik.

Selanjutnya Hopley dan Suharsono (2000) dalam Burke et al.(2002) mengestimasikan bahwa Keuntungan ekonomi dari terumbu karang Indonesia setiap tahunnya sekitar 1,6 milyar US Dollar, selain itu terumbu karang Indonesia juga dikenal sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang menyediakan 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan pada tahun 1997 .

Sebagaimana ciri negara berkembang dengan populasi penduduk yang besar ditambah dengan struktur geografis yang dikelilingi oleh laut, maka laut menjadi tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama masyarakat di daerah pesisir. Tekanan terhadap sumberdaya laut terutama terumbu karang meningkat seiring dengan bertambahnya populasi secara cepat. Ketergantungan yang tinggi telah menyebabkan penurunan yang besar pada nilai ekologis dan ekonomis akibat degradasi dan kerusakan yang parah. Dari sekitar 51.000 km2 luas terumbu karang di Indonesia, lebih dari 40 % dalam kondisi rusak dan hanya sekitar 6,5% dalam kondisi sangat baik selebihnya dalam kondisi sedang (WRI, 2002).

Dibeberapa tempat di Indonesia karang batu digunakan untuk berbagai kepentingan seperti konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri dan perhiasan. Dalam industri pembuatan kapur, karang batu (hard coral) kadang-kadang ditambang sangat intensif sehingga bisa mengancam keamanan pantai. Selain itu karang dan ikan karang Indonesia yang berlimpah tersebut terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak. Penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak telah meluas di Indonesia bahkan di daerah yang dilindungi (WRI, 2002).

Kerusakan terumbu karang yang telah terjadi di beberapa kawasan pantai di Indonesia menjadi keprihatinan banyak fihak akan keberlanjutan fungsi ekosistem tersebut. Kerusakan ekosistem terumbu karang terjadi karena faktor- faktor alam, akan tetapi faktor-faktor antropogenik mempunyai andil yang besar Menurut Garces (1992) sumber-sumber kerusakan karang dapat dikelompokan sebagai aktivitas ekonomi yang
terdiri dari kegiatan perikanan, pembangunan di daratan disamping wilayah pesisir dan rekreasi serta pariwisata.

Hasil survei WRI (2002) di wilayah Indonesia bagian Timur menunjukkan sekitar 65% kerusakan ekosistem terumbu karang disebabkan penangkapan ikan secara destruktif. Sebagian besar menggunakan racun dan bom dimana aktivitas ini telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang luar biasa. WRI mengestimasi kerugian din Indonesia akibat penangkapan ikan menggunakan bahan peledak selama 20 tahun ke depan adalah sebesar 570 juta US Dollar. Sedangkan estimasi kerugian dari penangkapan ikan dengan racun sianida secara berkala adalah sebesar 46 juta US Dollar. Dari ekosistem terumbu karang yang rusak hanya diperoleh hasil perikanan rata-rata 5 ton/km2 /tahun sedangkan hasil produktivitas terumbu karang yang sehat bisa mencapai sekitar 20 ton/km2/tahun .

Provinsi Maluku Utara merupakan bagian dari lingkup yang bergerak antara Sangihe Talaut, Minahasa ke Filipina yang merupakan jalur distribusi terumbu karang di Indonesia bagian Timur. Jalur kepulauan Indonesia dan Filipina ini merupakan pusat keragaman terumbu karang dunia dengan jumlah spesies yang telah teridentifikasi sekitar 600 spesies.

COREMAP (2001) melaporkan bahwa dibeberapa daerah di Provinsi Maluku Utara terjadi kerusakan ekosistem terumbu karang. Mulai dari Pulau Ternate, Pulau Bacan, Pulau Obi, Pulau Halmahera sampai bagian Utara yaitu pulau Morotai. Di Pulau Halmahera tutupan karang hidup dengan kondisi baik sebesar 29%, 14% dalam kondisi sedang dan selebihnya dalam kondisi buruk. Berdasarkan laporan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Universitas Khairun (2001) bahwa ekosistem terumbu karang dibeberapa lokasi di Pulau Ternate mengalami kerusakan akibat tindakan destruktif. Penyebab dominan kerusakan adalah kegiatan penangkapan ikan menggunakan muroami, bahan peledak, bahan beracun, pemasangan perangkap, aktivitas
transportasi dan wisata bahari.

Sebagai sebuah ekosistem, terumbu karang merupakan sumberdaya yang tidak mempunyai nilai pasar (non market base). Salah satu proxy bagi nilai ekonomi terumbu karang adalah melalui Proxy terhadap nilai produktivitas perikanan. Nilai ekonomi terumbu karang didekati dengan nilai proksi yaitu produktivitas perikanan karang. Fungsi terumbu karang sebagai feeding ground, spawning ground dan nursery ground dapat diestimasi dengan nilai output yang dihasilkan oleh ekosistem ini yaitu ikan karang. Terumbu karang dan ikan karang merupakan suatu rangkaian mata rantai dimana keberadaan ekosistem terumbu karang akan menunjang kelimpahan ikan karang. Permasalahan yang timbul adalah dalam mengekstraksi ikan karang dilakukan tindakan destruktif sehingga ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan. Kerusakan itu menyebabkan fungsi- fungsi terumbu karang mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat menjalar secara berantai terhadap fungsi-fungsi ekosistem yang lain dan akhirnya bermuara pada penurunan nilai ekonomi dari sumberdaya.

Pertanyaan yang kemudian timbul dengan mencermati fenomena ekstraksi potensi
sumberdaya ekosistem terumbu karang di atas adalah :

1) Bagaimana potensi dan jenis pema nfaatan ekosistem terumbu karang yang
dilakukan oleh masyarakat lokal di Pulau Ternate ?
2) Bagaimana dan seberapa besar nilai manfaat ekonomi dari ekosistem terumbu
karang di Pulau Ternate ?
3) Bagaimana pemanfaatan yang berkelanjutan untuk ekosistem terumbu karang ?

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka sangat diperlukan untuk :
1) Mengidentifikasi potensi dan jenis pemanfaatan terumbu karang oleh masyarakat
lokal di Pulau Ternate.
2) Menganalisis secara ekonomi nilai manfaat dari ekosistem terumbu karang.

Sehingga di harapkan diperoleh data dan informasi mengenai nilai estimasi dari manfaat ekonomi suatu ekosistem terumbu karang sehingga kesalahan dalam mengestimasi nilai ekosistem terumbu karang menjadi undervalue atau overvalue tidak terjadi.

0 komentar:

Template by: Abdul Munir
Website: 99computercity